Bintang Untuk Alena
“Aku ingin selamanya jadi bintang buat Alena” kata seorang anak laki-laki
berumur 9 tahun kepada gadis dipelukannya. “Tapi nama kamu kan udah Bintang,
kenapa mau jadi bintang lagi buat Alena?” tanya gadis kecil itu sambil
melepaskan pelukannya. “Biar kalau malem pas lampu mati Alena gak ketakutan
lagi” tandas Bintang. “Alena takut gelap” kata Alena sambil menunduk. “Bintang
tau, jangan takut lagi ya kan lampunya udah nyala” ucap bintang. “he’em” ucap
Alena tersenyum.Tiinn tiinnnn tiinnnn. . . .
“Itu, mama papanya Alena udah pulang” tunjuk bintang pada mobil di luar pagar rumah Alena.
“Mama, papa. . .!!!” seru Alena dan berlari memeluk papa mamanya.
“Alena baik-baik aja kan di rumah?” tanya mamanya
“Iya Alena baik-baik aja, kan ada Bintang” ucap Alena sambil tersenyum pada Bintang
“Ya udah, om tante, bintang pamit pulang dulu ya..!” kata Bintang berpamitan pada kedua orang tua Alena.
“Iya, makasih ya Bintang udah mau jagain Alena” tutur papa Alena
“Sama-sama om” Bintang berjalan menjauh dari rumah Alena
“Bintang, hati-hati ya” teriak Alena
*****
Esok harinya. . . . .
“Ma, Bintang berangkat sekolah dulu ya. .!!” seru Bintang selesai sarapan
“Iya, hati-hati” ucap mamanya keluar dari dapur
“Alena. . Alena. . .” panggil bintang dari luar rumah Alena
“Iya sebentar” teriak Alena
“Ayo berangkat Bintang” Alena mengeluarkan sepedanya dari garasi
Dua
anak kecil dengan sepeda bewarna biru dan merah muda mengayuh sepedanya dengan
riang. Anak kecil laki-laki itu bernyanyi tanpa menghiraukan anak perempuan di
sebelahnya yang sedang menghafal rumus matematika. Bagi Bintang daripada ia
harus menghafal rumus matematika ia lebih memilih untuk bermain PS kesayangannya,
karena memang pada dasarnya Bintang anak yang cerdas jadi hanya butuh dua kali
hafalan ia sudah hafal rumus-rumus itu di luar kepalanya. Berbeda dengan Alena
yang memang pintar karena rajin belajar.
“Bintang udah hafal rumus
matematika?” “Udah” jawab Bintang lantang
“Huuft, Bintang sih pinter buat hafalin rumus meskipun gak belajar” ucap Alena pelan
“Alena pengen kayak Bintang?”
“Iya caranya gimana?” tanya Alena antusias
“Makanya jangan belajar muluu. Hahahah . . .” tawa bintang meledak saat tau perubahan wajah Alena, Bintang pun mempercepat laju sepedanya
“iiiihhhhh Bintang ngeselin. . . tungguin Alena” teriak Alena yang tertinggal jauh dan berusaha mengejar Bintang
Jam Istirahat Sekolah. . .
“Bintang dapet berapa ulangannya?”
“Ini”
“hahh 10 lagi. .??"
“Alena dapet berapa?”
“Cuma 9. .” jawab Alena lesu dengan kepala tertunduk
“Lain kali pasti 10” Bintang menjulurkan tangannya dan mengusap pelan pucuk kepala Alena
Pulang Sekolah. . .
“Bintang kenapa dirumah kamu ada mobil boks?” tanya Alena dengan dahi berkerut
“Aku juga gak tau”
“Ya udah aku pulang dulu”
Bintang segera menuntun sepedanya masuk dan berlari ke dalam rumah. Bintang melihat mamanya sedang berbicara kepada seorang laki-laki yang sepertinya sopir mobil tersebut. Bintang pun berjalan mendekat dan berkata.
“Ma, kok barang-barang kita ada di luar?” tanya bintang
“Bintang udah pulang ya. .!”
“Ma pertanyaan bintang kok gak dijawab, kenapa sama barang-barang kita ma?”
“Maafin mama sayang. . mama terpaksa nggak cerita sama kamu kalau kita mau pindah. Papa mu di pindah tugaskan di Bogor dan kita harus ikut sama papa”
“Bintang gak mau pergi. Bintang gak mau. . . . !!!!” teriak Bintang sambil berlari menaiki tangga
“Bintang kamu harus mengerti nakk” ucap mama Bintang setengah berteriak
“Mama sama papa jaahhaattt. . .” teriak Bintang membanting pintu kamarnya
Beberapa jam kemudian. . .
“Bintang ayo keluar sayang, mama sama papa udah siap” mama bintang mengetuk pintu kamar bintang
Ckleekk. . .
“Ayo bintang” ucap papa Bintang sambil menggandeng tangan putranya
Bintang berjalan dengan lemas, memang sebenarnya Bintang tak berniat untuk pergi meninggalkan Alena, teman kecilnya. Banyak kenangan yang telah mereka lalui di sini. Bintang juga ingin berada di sisi Alena dan menjaga Alena. Tetapi itu semua harus Bintang lupakan hanya karena tuntutan pekerjaan papanya yang mengharuskan dirinya pergi.
“Bintang kenapa masih melamun, ayo masuk ke mobil” ucap sang mama
“Selamat tinggal Alena” kata Bintang lirih sambil menatap bangunan rumah klasik di sebelah rumahnya. Pelan tapi pasti Bintang berjalan masuk ke dalam mobil. Mobil pun mulai berjalan saat ketika tiba-tiba ada seorang gadis kecil dengan rambut terkuncir dua dan matanya yang sembab menghalangi di depan mobil Bintang. Alena, ya gadis kecil itu adalah Alena, mata yang dulunya bulat bewarna hitam dan indah kini berubah menjadi kemerahan dan sayu yang terus mengeluarkan butiran bening dan seakan enggan berhenti untuk keluar.
“Bintang keluar. . .!!!” teriak Alena
“Jalan terus pak” ucap Bintang yang seakan tak peduli pada teriakan Alena
“Tapi itu non Alena”
“Bintang bilang jalan” bentak Bintang
“iii..iyaa den” ucap pak sopir ragu
Mobil Bintang sedikit membelok agar tidak mengenai Alena dan mulai berjalan. Alena yang sedari tadi merentangkan tangannya kini hanya bisa melongo dan dengan perlahan jatuh terduduk di jalan sambil terus terisak.
“Bintaanngggg. . . !!!” teriak Alena semakin kencang melihat mobil Bintang semakin menjauh dari pandangannya
“ Jaang..ann ti..tingga..lin Alena..hiks hiks.. Al..Alena ta..takuut sen..sendiri..hiks an hiks...” ucap Alena terbata-bata
“Binn...Bintaang.... bin...Bin..tangg...!!” semakin lama suara Alena semakin pelan dan tidak terdengar lagi, dan secara perlahan tubuh Alena yang sangat lemas itu pun terbaring di jalan. Dengan penglihatan yang semakin memudar, Alena menutup kedua matanya.
*****
*8 Tahun Kemudian*
“Bintang...Bintang..Bintang..
yeeee...!!!” teriakan-teriakan para gadis yang memenuhi lapangan basket semakin
membuat latihan permainan itu semakin panas. Para gadis berpakaian putih
abu-abu itu hanya meneriaki satu pemain yaitu, BINTANG RAIKA PUTRA, seorang
cowok pemain basket SMA Airlangga yang paling populer dan terkenal. Selain jago
bermain basket, Bintang juga berprestasi di bidang akademik. Hampir semua gadis
terpukau pada sosok seorang Bintang dan hampir semua cowok di SMA Airlangga iri
dengan apa yang ada pada diri Bintang.
Sempurna, ya itulah kata para
gadis-gadis bila melihat Bintang di lapangan basket. Pemain basket dengan
postur atletis dengan tinggi 1,8 meter itu baru-baru ini terpilih menjadi
kapten tim basket di sekolahnya. Selain karena tampan juga permainannya yang
bisa membuat lawan mainnya mati kutu.Bukkk. . .
“aaaduuuh. . . “
Seorang gadis yang berjalan dengan rambut terurai dan pita putih yang menghiasi rambutnya tiba-tiba berteriak kesakitan akibat lemparan bola Bintang yang terlampau jauh menimpanya. Gadis itu memegangi kepalanya dan tiba-tiba jatuh pingsan di antara puluhan mata yang tercengang melihatnya.
“aaduh mampus, dia pingsan lagi. .” ucap Bintang lirih
“Tang gih cepetan bawa ke UKS tuh anak” kata Rafli teman Bintang
Bintang segera menghampiri gadis pingsan tersebut lalu membopongnya menuju UKS. Sedangkan di sisi lain gadis-gadis yang sedari tadi menyuraki Bintang terpaku membatu melihat sang idola menggendong gadis lain yang baru saja mereka lihat baru-baru ini. Tatapan mereka seolah-olah ingin membunuh sekaligus merasa iri atas perlakuan Bintang terhadap gadis itu. Ada yang mencibir tetapi ada pula yang kagum atas tindakan Bintang. Sesampainya di UKS Bintang langsung menidurkan gadis itu di salah satu kasur. Bintang terus menatap wajah gadis itu yang terasa tidak asing baginya, Bintang merasa pernah melihat gadis ini. Dengan perlahan Bintang menyentuh wajah gadis tersebut mulai dari dahi, mata, hidung dan pipinya, dan secara tiba-tiba Bintang terdiam lalu butiran air yang telah menggenang di mata Bintang jatuh secara perlahan dan mengenai wajah gadis tersebut. Bintang yang sontak kaget dengan apa yang dilakukannya dengan cepat mengusap air matanya, Bintang terheran apa ada yang salah dengan gadis itu. Gadis yang sedari tadi pingsan tiba-tiba mengerjapkan matanya.
“Aduhh. . dimana ini?”
“UKS”
“Kenapa aku disini?”
“Sorry bolaku tadi kena kepalamu. .”
“Aku mau ke kantor kepala sekolah”
“Aku anterin” cegah Bintang
Puluhan mata tercengang melihat Bintang berjalan berdampingan dengan seorang gadis yang mereka ketahui sebagai korban pelemparan bola Bintang. Mereka terus menatap dengan tatapan yang sulit diartikan. Sesampainya di kantor kepala sekolah Bintang mempersilahkan gadis itu masuk.
“Makasih udah nganterin” kata gadis itu dan perlahan membuka pintu ruang kepala sekolah
“Ehh nama kamu siapa?” kata Bintang terburu-buru
“Lena, Alena tepatnya” jawab Alena dengan senyum mengembang di bibirnya
“Alena. .” ucap Bintang lirih
“Namaku Bintang” tandas Bintang dengan cepat dan pergi berlalu
Degg. . .
“Bintang. . Bintang. .” kata Alena perlahan
“Bintang” panggil Alena yang langsung berbalik dan melihat tidak ada seorang pun disana
“Apakah Bintang itu Bintang ku?” tanya Alena pada dirinya sendiri
*****
Kelas XI IPA 1. . “ Selamat pagi anak-anak. Hari ini Bapak akan memperkenalkan seorang siswi baru pindahan dari Jakarta. Mari Alena silahkan masuk” kata Pak Yudha
“Perkenalkan nama saya Alena Putri Hapsari, biasa dipanggil Lena atau Alena. Saya pindahan dari Jakarta” Ucap Alena
“Ya sudah Alena silahkan duduk di bangku yang kosong” kata Pak Yudha
Jam Istirahat. . .
“Alena ayo ke kantin” ajak Vira teman sebangku Alena
“Ayo” kata Alena
Sesampainya di kantin, mereka memesan dua mangkok bakso dan dua gelas jus alpukat.
“Kamu tau Bintang?” tanya Alena pada Vira
“Tau banget, Bintang itu idolanya sekolah, kenapa emangnya?”
“Boleh tau siapa nama lengkapnya?” tanya Alena mencari tau
“Bintang Raika Putra”
“uhukk..uhukk. . .” Alena yang terkejut langsung tersedak
“Alena kamu nggak apa-apa?” tanya Vira sambil menyodorkan tisu
“Bintang Raika Putra. . ??” tanya Alena pada dirinya sendiri
“Aku pergi dulu ya, ada urusan” Alena terburu-buru meninggalkan kantin
“ Tapi Alena. . Alena. . .!!!” panggilan Vira tak dihiraukan oleh Alena
Alena mencari Bitang ke segala penjuru sekolah dan akhirnya ia menemukan idola itu di ruang perpustakaan. Alena menghampiri Bintang dengan air mata yang tuerus manggenang di pelupuk matanya.
“Bintang”
“Iya. .” Bintang menoleh dan terheran melihat Alena berdiri terpaku di belakangnya
“Bintang. . .!!” Alena memeluk Bintang seolah-olah tak ingin melepasnya
“Alena kamu kenapa?” tanya Bintang heran
“Kamu Bintang ku, bener kamu Bintang ku??” tanya Alena bertubi-tubi yang membuat Bintang semakin terheran
“Maksudmu apa?”
“”Kamu nggak inget siapa aku?”
“Kamu Alena yang aku lempar sama bola basket tadi kan?”
“Hahh. . . kamu bener gak inget ya. Aku Alena teman masa kecil kamu dulu?”
“Teman masa kecil? Siapa? Maaf kamu mungkin salah orang”
“Enggak aku gak salah, kamu Bintang Raika Putra kan yang dulu tinggal di Jakarta? Kita dulu tetanggaan, kita sering main bareng” jawab Alena antusias
“Jakarta? Aku gak pernah tinggal di Jakarta” jawab Bintang
“Enggak. . . gak mungkin. . !! Kamu bohong kan kamu becanda?”
Bintang menggeleng lalu meninggalkan Alena sendirian. Alena yanng masih terpaku di tempatnya kini hanya bisa menangis.
Hari demi hari berlalu sejak Alena tau dari mama Bintang bahwa Bintang mengalami kecelakaan dan amnesia, sejak hari itu Alena terus berada di sisi Bintang dan mencoba berbagai cara agar Bintang ingat siapa dirinya. Tapi semua itu sia-sia, sampai pada suatu hari.
Bukk. . .
“Bintang. . Bintang. . kamu kenapa?” tanya Alena yang kebingungan dan panik melihat Bintang pingsan di lapangan basket
*****
Sejak
hari dimana Bintang pingsan itu Bintang semakin menghindar dari teman-temannya
dan juga Alena. Bintanng sering mimisan tanpa sebab, Bintang sering tidak masuk
sekolah yang alasannya sakit, padahal Bintang jarang sekali sakit apalagi tidak
masuk sekolah. Alena yang cemas langsung pergi ke rumah Bintang dan menanyakan
pada mamanya apa yang sebenarnya terjadi. Mamanya hanya bilang bahwa Bintang
kecapekan, Alena tentu saja tidak percaya, Alena tahu betul siapa Bintang dan
bagaimana Bintang itu. Sampai suatu ketika Alena mengikuti mama Bintang pergi
ke rumah sakit, Alena mengendap-endap agar mama Bintang tidak tahu Alena sedang
membuntutinya.
“Bintang harus segera menjalani
operasi pencakokan hati” terdengar suara dokter yang membuat alena menganga dan
segera menutup mulutnya “Hati Bintang tidak bisa berfungsi lagi, sebaiknya anda segera menemukan pendonor yang cocok untuk Bintang” jelas dokter
“Saya akan segera menemukan pendonornya dok” kata mama Bintang
“Bintang. . . gak mungkin. .!!” ucap Alena hampir menangis
Ckleekk. . . .
“Alena. . !!” mama Bintang kaget melihat Alena yang menangis di depan pintu
“Kenapa? Kenapa tante gak bilang kalau Bintang sakit?” tanya Alena sambil mengusap air matanya
“Alena tante bisa jelaskan” jawab mama Bintang
Alena berlari sekuat tenaga, Alena tidak percaya semua ini bisa menimpa Bintang. Bintang yang dulunya kuat, Bintang yang dulunya selalu melindunginya kini hanya bisa terbaring di rumah sakit.
Hari demi hari telah berlalu, Alena yang terus berusaha mencari pendonor untuk Bintang semakin putus asa. Kemudian dengan tekat yang kuat Alena datang menjenguk Bintang, ia berusaha mati-matian untuk tidak menangis di depan Bintang. Bintang yang telah koma selama beberapa hari ini semakin membuat Alena terpukul.
“Bintang. . .aku dateng. .!!” kata Alena parau
“Kamu inget gak dulu waktu aku ketakutan kamu selalu bilang ‘Alena jangan takut kan ada Bintang disini’ Kamu inget kamu dulu pernah bilang ingin selalu jadi bintang buat Alena meskipun nama kamu aja udah Bintang. Alena kangen Bintang, Alena pengen cerita sama Bintang kalau sekarang Alena udah gak takut gelap lagi. . . hiks hiks. . !!” tangis Alena pecah
Mama Bintang yang melihat Alena dari jendela semakin tak tega dengan penderitaaan gadis itu.
“Alena ini ada surat buat Alena dari Bintang” kata mama Bintang melangkahkan kakinya mendekati Alena
Dengan tangan gemetar Alena menerima surat itu lalu membacanya.
Untuk Alena,
Teman kecilku,
Hai apa kabar, kamu baik-baik aja kan. Alena sebenarnya dari pertama kali kamu tanya apakah aku ini Bintang mu, aku sudah tau bahwa kamu Alena teman kecilku. Aku tau kamu marah, kamu kecewa kenapa aku lupa tentang kamu, tentang masa kecil kita. Aku hanya berpura-pura amnesia. Aku sakit Alena, aku sakit dan mungkin nggak bisa disembuhin lagi. Aku gak pengen kamu khawatir kamu sedih liat aku kayak gini. Dari pertama kali kamu masuk ke sekolahku aku terus memperhatikanmu, meskipun kamu gak tau itu. Aku berusaha buat gak inget kamu, aku berusaha nahan buat gak meluk kamu selama kamu ada di sampingku. Maafin Bintang Alena, maaf kalau Bintang gak bisa nepatin janji Bintang buat jagain kamu, maaf kalau Bintang gak bisa jadi bintang mu lagi. Bintang cuma pengen Alena tau kalau Bintang sayang sama Alena. Bintang Sayang Alena. . . .
Dari Bintang,
Teman kecilmu
Alena yang terus menerus menangis kini semakin histeris, Alena tak percaya kalau selama ini Bintang hanya berpura-pura amnesia agar Alena tak tau Bintang menderita karena penyakitnya.
Dan tiba-tiba tangan Bintang bergerak, Alena yang kaget langsung memanggil nama Bintang.
“Bintang. . . Bintang. . .” seru Alena
“Al..Alena” panggil Bintang lirih
“Bintang kamu nggak apa-apa, aku panggilin dokter ya” kata Alena yang segera beranjak dari kursi
“Alena” cegah Bintang
“Iya kenapa?”
“Ma. . . maaf. . .maafin Bintang . .!!” kata Bintang terbata-bata
“Kamu bodoh, Bintang bodoh. . kenapa harus nyembunyiin semua ini dari Alena, kenapa Bintang nggak jujur kalau selama ini Bintang inget siapa Alena. Kenapa harus buat Alena kecewa kenapa harus buat Alena marah. Kenapa Bintang selalu buat Alena nangis?? Bintang bodoh. . . !!!” Alena yang kesal mencaci Bintang dan memukul dada laki-laki itu. Alena ingin melapiaskan semua kekesalannya pada Bintang.
“Aku ingin selamanya jadi bintang buat Alena” kata Bintang menggenggam tangan Alena dan tersenyum.
“Bintang. . .!!” ucap Alena perlahan
“Maafin Bintang. Alena maaf. . .” suara Bintang semakin hilang seiring dengan bunyi alat pengukur jantung yang telah berubah menjadi garis lurus.
“Bintang. . . Bintang jawab Alena. . Bintang banguuunnn. . .!!” Alena semakin histeris
*****
Senja
di hari ini melukiskan duka mendalam bagi orang- orang berpakaian hitam yang
berdatangan dan mengitari batu nisan dengan nama BINTANG RAIKA PUTRA. Semua orang
tak percaya bahwa Bintang yang selama ini mereka kenal lebih dulu meninggalkan
mereka. Idola di SMA Airlangga itu pergi dengan tenang membawa cinta kasih dari
mereka yang mengenalnya. Mereka hanya berharap Bintang akan mendapat tempat
terindah di sisi-Nya. Seperti halnya Alena yang sedari tadi menatap nanar batu
nisan di sampingnya, Alena percaya jika suatu saat mereka pasti akan bertemu di
satu alam yang abadi.
“Suatu saat nanti. . . Bintang
aku percaya. . .” kata Alena dalam hati sambil menerawang ke langit
_Selesai_
0 komentar:
Posting Komentar